Senin, 26 September 2011

Akhirnya Aku Tau ! :)


.Sulitnya Merancang MONAS.

   Mungkin tak banyak orang menyadari, bahkan penduduk Jakarta sekali pun, bahwa bentuk Tugu Monumen Nasional (Monas) sesungguhnya mengalami falsafah lingga-yoni. Lingga yang vertical melambangkan alu atau alat penumbuk padi, sedangkan yoni melambangkan lesung. Di masa lalu, alat itu menjadi perangkat yang dimiliki hampir semua rumah tangga. Lingga-yoni juga merupakan lambing kesuburan dalam budaya masa silam.
Cikal bakal Monas tak lepas dari keberadaan Lapangan Gambir yang di bangun tahun 1920-an. Tahun 1954 mulai muncul wacana yang membangun tugu dan terbentuklah panitia Tuga Nasional. Rancangan tugu sempat disayembarakan dua kali (1955 dan 1960) tapi tidak ada pemenang. Hingga akhirnya panitia yang di sebut Tim Yuri sepakat menugasi dua arsitek terkemuka Soedarsono dan Ir.F.Silaban untuk membuat gambar rancangan. Sebagai keputusan akhir, Ir.Soekarno sebagai ketua Tim Yuri memilih gambar rancangan Soedarsono.
Tugu Monas yang mengambil angka-angka 17, 8 dan 45 dalam dimensi arsitekturnya, mulai di bangun Agustus 1959 dan di resmikan 17 Agustus 1961 oleh Presiden Ir.Soekarno. Namun Monas baru di resmikan dan di buka untuk umum pada 12 Juli 1975 oleh Presiden Soeharto. Pembangunan Monas sendiri memang terbagi menjadi tiga tahap, Pertama (1961-1965) yang dana nya berasal dari sumbangan masyarakat, serta kedua (1966-1968) dan ketiga (1969-1976) yang memakai anggaran Pemerintah Pusat.
Satu hal yang sering menjadi pembicaraan sekilas tentang Monas adalah tentang “lidah api” di puncaknya. Bentuk lidah api tersebut terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton yang di lapisi emas seberat 35 kg. Emas yang terlihat menyala oleh sinar lampu dan sering jadi pembicaraan itu merupakan sumbangan dari berbagai pihak.


Sumber : Intisari bulan Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar